Kamis, 03 Mei 2018

SUYODHANA GUGUR PERLAYA

Ki Slamet Blog - Kia Semua Wayang
Rabu, 03 Mei 2018 - 20:30 WIB
 
Suyodhana Gugur Perlaya


“KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XLIX ( 1 – 6 )”
SUYODHANA GUGUR PERLAYA

TRANSKRIPSI
TERJEMAHAN BEBAS
1
 Nahan wacana padmanâbha Baladewa ring apa wihange janârdana.
Aringku mapa lingani ngwang i wuwusta humajêng i lêkas Wrêkodara.
Kunang niyata jihmayuddha panggaran ri sira n alaga tan panûtkrama.
Suyodhana sireki wira rêjuyuddha saphala mati ҫûra torasih.

1
Meskipun Baladewa sungkan dengan ucapan Kreshna tapi ia tetap berkata: “Wahai adinda, bagaimana dinda bisa membenarkan perbuatan Bhima yang berperang dengan cara tidak benar menyerang dengan mengabaikan aturan perang. Justru Suyodhanalah yang aku anggap sebagai pahlawan, karena ia berperang dengan cara yang jujur. Ia gugur sebagai pahlawan yang harus mendapat penghormatan”.

2
Wewika Baladewa mangkana samantara mulih iniring watêg Yadu.
Tuwiki pangutus Janardana turun sira juga kawekas ri Pannddwa.
Sumantên angupakshamakên i wuyung ni kakanira ri sang Wrêkodara.
Lanânginaki buddhi ta pwa sawuwusnira rahat i manah Yudhistira.

2
Demikian penilaian Baladewa terhadap pertarungan gada antara Bhima dan Suyodana. Atas permintaan Kreshna, Baladewa pun segera kembali ke negaranya yang dihantar oleh keluarga Yadu. Sepeninggal Baladewa, Kreshna meredakan hati Bhima yang merasa tersinggung dengan ucapan kakaknya, sebab Bhima dikatakan perutnya bagai serigala. Ucapan maaf Kresna atas nama Baladewa telah menenteramkan hati Yudhistira yang juga putera Dewa Dharma
.
3
 Byatita ri surup hyang Arkka sira masyang umuliha ri Pancapânndawa.
Tuwiki hana dushttaҫabda karêngö winuwusakên i sang Suyodhana.
Nda tan pêjaha rakwa lingnira ya tan pakatapakana tênnddasing lima.
Rahing lima saputra ta pwa pakakoҫanira n umuliheng surâlaya.
3
Ketika Matahari mulai terbenan, Kreshna mengajak seluruh orang Pandawa untuk kembali pulang. Pada saat itu terdengarlah suara Suyodhana yang konon berkata, bahwa ia tak akan mati, sebelum menampakkan kakinya di atas kepala lima orang Pandawalima. Dan, darah ke lima putera Padawa itu akan digunakan sebagai pembersihan Suyodhana dalam perjalanannya ke alam dewa-dewa, swarga maniloka.

 

4
Mimittanira gadgadânglêpasakên wuwus ahala ri Pancapânndawa.
Nda tan wring ulaha wyanha wulangun kapurihên i sarantaning manah.
Ri tan marênira ng Wrêkodara lanânguman-uman anêpak mukângdêdêl.
Nda tan pamahuwus lumûda ri gadânira n aharêp anona duhkita.

4
Sebab Suyodhana mengeluarkan kata-kata jahat kepada sosok Pandawalima, karena ia teramat mendongkol dengan Bhima yang berperut serigala itu tidak berhenti menyumpahinya, menendang dan memukulinya terus menerus  dengan gadanya.  Ancaman Suyodana ini secara tidak langsung membuat hati kelima Pandawa menjadi tak tenang.
5
 Ri sampuning uwânikang wacanâ sang Pawanasuta n atönamâtyana.
Tuhun wurung i tan paweh prabhu Janardana hila-hila rakwa mangkana.
Matangnya n umulin byatita ddatêng-ing kutta saha bala koҫa wâhana.
Watêk ratu kabeh samângjuru yathâsuka gatinira solahing jaya.
5
Ucapan kata-kata ancaman Suyodhana membuat Bhima anak dewa Bayu jadi sangat marah dan berniat ingin membunuh Suyodhana. Akan tetapi dicegah oleh Kreshna karena perbuatan itu  dilarang. Akhirnya kelima Pandawa menyadari keadaan tersebut. pada akhirnya mereka semua bersama bala tentara Pandawa kembali ke perkemaha dengan perasaan sukacita karena mereka telah menang perang.

6
Paddâsira-siran mamukti wishayâmangan anginum anamtam indriya.
Mrêdangga karêngö nirantara muning sakuwu kapwa ghûrnnita.
Bangun manguhuhâjara n hêla-hêlâmarawaҫa ripu ҫakti ring ranna.
Tuwi pwa tuhu garwwa matta rasa tan pabalika kaparâ jayanjaya.

6
Di sepanjang jalan dan di perkemahan mereka semua bergembira, menikmati kemenangan dengan sepuasnya. Mereka makan dan minum sambil memberi kepuasan kepada indrianya. Gamelan berkumandang tiada hentinya di setiap perkemahan mereka. Serasa suasananya menjadi gegap gempita. Mereka masuk di dalam lembah kemenangan hingga tak terpikirkan lagi akan menerima kekalaha dari musuh-musuh mereka yang  telah dibinasakan.


Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968

Rabu, 03 Mei 2018  20:35 WIB
Drs. Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor



Tidak ada komentar:

Posting Komentar