Minggu, 31 Maret 2013

5 Dosa Soeharto pada Soekarno



Reporter : Ramadhian Fadillah│Merdeka.Com│Minggu, 31 Maret 2013│ 07:15 WIB

Soekarno  dan Soeharto - swararakyat208.files.wordpress.com
PERALIHAN KEKUASAAN dari Presiden Soekarno pada Presiden Soeharto diiringi kematian ratusan ribu orang. Sejumlah kalangan menyebut peralihan kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap demi setahap, Soeharto mulai menggembosi kekuasaan Soeharto.

Berangkat dari surat perintah 11 Maret 1966, Soeharto mulai bergerak cepat. Keesokan harinya dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan didukung MPRS, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.

Lalu Soeharto mulai menangkap anggota kabinet Dwikora yang diduga terlibat PKI. 16 Menteri ditangkap walau tak jelas apa peran mereka dalam gerakan 30 September. Saat itu Soeharto bergerak didukung mahasiswa dan rakyat yang anti-PKI.

Puncaknya, 7 Maret 1967 MPRS bersidang untuk mencabut mandat Presiden Soekarno kemudian melantik Soeharto sebagai pejabat presiden.

Proses pengambilalihan kekuasaan antar rezim biasa terjadi. Tapi yang menyakitkan, Soeharto kemudian memperlakukan Soekarno sebagai pesakitan. Rasanya tak adil seorang proklamator berjasa besar diperlakukan demikian.

Berikut dosa-dosa Soeharto pada Soekarno :

1. Menjadikan Soekarno tahanan rumah

Bung Karno
Soeharto menahan Soekarno di Wisma Yasoo, Jl Gatot Soebroto, Jakarta. Rumah ini dulunya adalah kediaman salah satu istri Soekarno, Ratna Sari Dewi.

Di tahanan itu, Soeharto melarang Soekarno menemui tamu. Dia diasingkan dari dunia luar. Belakangan pemerintah Orde Baru juga melarang Soekarno membaca koran , mendengarkan radio dan menonton televisi.

Akibat pengasingan ini, Soekarno mulai pikun. Sejumlah saksi menyebutkan Soekarno kerap bicara sendiri. Dia kemudian sakit dan akhirnya meninggal.

2. Tolak lokasi makam Soekarno

Soekarno dan Soeharto
Soekarno pernah berpesan ingin dimakamkan di kawasan batu Tulis Bogor. Di tengah hamparan sawah, pegunungan dan gemericik air sungai.

Tapi Soeharto merasa terlalu berbahaya jika makam Soekarno terlalu dekat dengan Jakarta. Dia memindahkan lokasi penguburan ke Blitar, Jawa Timur. Alasan Soeharto, Soekarno sangat dekat dengan ibunya dulu di Blitar.

Protes sejumlah keluarga Soekarno tak didengar Soeharto. Rupanya Orde Baru masih khawatir dengan kharisma pemimpin besar revolusi ini.

3. Biarkan penyakit Soekarno

Soeharto Menghisap Cerutu
Selama menjadi tahanan politik, kondisi Soekarno semakin memburuk. Dia menderita penyakit ginjal dan rematik.

Pemerintah Orde Baru tak pernah memperlakukan Soekarno sebagai mantan pemimpin besar. Mereka memperlakukan Soekarno seperti penjahat politik yang berseberangan dengan penguasa.

Tahun 1969, saat Soekarno menghadiri pernikahan Rachmawati, itulah kala pertama dia bisa keluar dari tahanan rumah. Dengan pengawalan ketat Soekarno hadir.

Saat itu hampir semua hadirin menangis melihat Soekarno yang tampak lemah, wajahnya bengkak-bengkak dan kondisi fisiknya sangat menurun.

4. Habisi para Soekarnois

Soeharto habisi Soekarnois
Orde Baru memandang Soekarnois atau pengagum ajaran Bung Karno sama berbahayanya dengan Partai Komunis Indonesia. Maka saat pembunuhan itu, seringkali para algojo tak ambil pusing apakah target mereka Soekarnois atau komunis.

Jika mau melawan, sebenarnya massa pendukung Soekarno masih banyak. Begitu pula tentara loyalis Soekarno.

Setidaknya ada angkatan udara, KKO (sekarang marinir), Divisi Siliwangi dan Brawijaya yang loyal padanya. Tapi Soekarno memilih mengalah, walau diperlakukan seperti tawanan. Dia tak ingin ada banjir darah lagi di Indonesia.

5. Jauhkan Soekarno dari orang-orang dekatnya

Soeharto jauhkan Soekarno dari teman-teman dekatnya
Soeharto melarang semua orang menjenguk Soekarno. Termasuk keluarga dekatnya. Ada pengawal kesayangan Soekarno yang juga akhirnya dipenjara oleh Soeharto.

AKBP Mangil Martowidjojo mungkin adalah perwira polisi yang paling disayang Soekarno. Perwira polisi ini adalah Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Bung Karno.

Mangil mendampingi Soekarno mulai dari detik proklamasi, hijrah ke Yogyakarta hingga melindungi Soekarno dari ancaman granat dan penembakan.

Tahun 1967, Mangil tak membiarkan konvoi Soekarno dihadang tentara RPKAD. Dia adu gertak dengan perwira RPKAD, sementara anak buahnya kokang senjata melindungi Soekarno.

Setelah peristiwa itu, Soeharto kemudian membubarkan DKP. Mangil pun terpaksa meninggalkan Soekarno.

Edited:
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor

Sabtu, 30 Maret 2013

Sosiolog: Soal Dukun, Masyarakat Harus Selalu Bersikap Kritis



Laporan: Gita Farahdina
Sabtu, 30 Maret 2013 | 23:47 WIB

Antara/Yudhi Mahatma/vg
Praktik Perdukunan
Metrotvnews.com, Jakarta: Banyaknya penipuan di balik nama dukun dan guru spiritual seharusnya menjadi pelajaran berharga masyarakat. Memang, mempercayai hal-hal seperti itu tidak bisa serta merta dikatakan salah, mengingat pengetahuan tentang dukun dan guru spiritual sudah sejak lama diyakini masyarakat. Namun, setidaknya jangan terlalu menggantungkan apa pun pada orang lain, termasuk dukun dan guru spiritual. Menurut Sosiolog Universitas Indonesia, Lucia Ratih Kusumadewi, seseorang sebaiknya tetap selalu bersikap kritis dan waspada, tidak mudah untuk percaya dan mencoba menggali informasi yang bermanfaat dari berbagai sumber.

"Ketika menghadapi masalah, hendaknya kita memikirkan sendiri jalan keluarnya. Usahakan untuk tidak langsung meminta bantuan terhadap mereka yang menyebut diri sebagai dukun atau guru spiritual," ujarnya.

Editor: Asnawi Khaddaf

Segala macam praktik magis sejak zaman" bahela", sejak zaman para nabi itu memang sudah ada. Apa lagi di Nusantara negeri tercinta kita ini yang masyarakat dan budayanya begitu heterogen. Baik Santet, tenung (ilmu hitam) dan mantra-mantra penangkalnya itu juga banyak dimiliki oleh para spritualis atau para normal kita di Nusantara ini. Yang menjadi persoalan adalah sekarang ini banyak sekali oknum-oknum paranormal dan dukun palsu yang sesungguhnya tidak memiliki ilmu-ilmu magis seperti itu. dan, oknum-oknum seperti ini biasanya hanya memiliki sedikit, hanya kulitnya saja dan itu yang digunakan untuk mensugesti, mempengaruhi kejiwaan sebagian besar korban yang jiwanya, imannya memang sedang labil karena dihimpit oleh berbagai persoalan hidup. Sosok spritualist, paranormal dan dukun semacam inilah yang tingkat komersialnya demikian tinggi.

Agar tidak tertipu dengan paranormal, spiritualis, dan dukun palsu semacam itu, sebenarnya sangat mudah untuk mengenal ciri-cirinya. Indikasinya adalah jika sang dukun palsu ini meminta tarif bayaran tinggi dengan meminta syarat yang bermacam-macam terkadang di luar nalar dengan maksud agar persyaratan itu diganti dengan sejumlah uang dan hanya si dukun bersangkutan yang mampu mengadakannya. Indikasi semacam itu tidak ada pada paranormal, spiritualist, dan dukun yang memang benar-benar mumpuni "keilmumagisannya".

Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor

Jumat, 29 Maret 2013

"Kapal" Demokrat Bakal Tetap Karam

 Antara – Sabtu, 30 Maret 2013

 
Jakarta (ANTARA) - "Kapal" Partai Demokrat (PD) akan tetap karam ke dasar lautan seusai kongres luar biasa di Bali walaupun ketua umumnya telah diganti, jika simpati pemilih dan elektabilitas tidak dipulihkan. 


"Partai Demokrat jika diibaratkan sebagai kapal ini tetap karam kendati nakhodanya sudah diganti. Hal ini yang tidak diharapkan semua kader partai yang sedang ikut KLB di Bali. Simpati pemilih sulit dibangunkan, dan dengan demikian angka elektabilitas sulit dipulihkan," kata Rachland Nashidik, Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat di Denpasar, Jumat.  Mantan Direktur Eksekutif Imparsial ini menjelaskan, PD dinilai publik antidemokrasi, karena semua posisi ketua di dalam partai dijabat oleh seorang patron yang sama. 
"PD dinilai tidak mempedulikan etika dan persepsi publik karena etalase politiknya tidak berubah. Pengurusnya tetap di isi oleh figur-figur yang dinilai publik tidak baik. Entah karena sedang memiliki masalah dengan hukum atau personalitas politiknya yang terlanjur dinilai buruk," katanya. 
Belum lama ini, PD mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian Lingkar Survei Indonesia (LSI), elektabilitas Partai Demokrat terus mengalami penurunan. Hal itu semakin mencolok ketika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009 sebagai partai pemenang dengan perolehan suara 20,85 persen. 
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby mengatakan, hasil survei LSI Juni 2011 suara Demokrat berada di angka 15,5 persen, kemudian bulan Februari tahun beriktunya 13,7 persen, di bawah Golkar dan PDIP. Jika dilihat dari hasil survei sekarang suara Demokrat terus menurun. 
"Suara Demokrat jeblok sembilan persen dibanding Pemilu 2009," ujar Adjie
Menurut Rachland, KLB Partai Demokrat di Bali mungkin tidak bisa ditutup dengan keputusan-keputusan terbaik. Namun, apa pun masalahnya, keputusan-keputusan terburuk harus dihindari. Oleh karena itu, keputusan terbaik SBY bagi Partai Demokrat ditunggu semua orang. (ar)
Komentar :
Denmas Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor

Selama "managemen konflik" masih diterapkan dalam mengelola Partai Demokrat, maka selama itu pula elektebilitas PD semakin menurun. Managemen konflik terbaru belum lama dirilis SBY melalui SMS kepada Marzuki Ali yang sudah barang tentu mengusik keloyalitasan dia kepada SBY dan Partai Demokrat sejak tahun 2003. Sekarang ini saya melihat dan mengumpamakan Partai Demorat seperti kelompok paduan suara yang keindahannya atau keharmoniannya hanya bergantung pada seorang konduktor (SBY). Peran untuk membawakan suara 'sopran', 'alto', 'tenor', dan 'bass' yang dipercayakan kepada para kader dan para pengurusnya sudah tidak harmonis lagi oleh karena masing-masing mengutamakan kepentingan pribadi meskipun dikemas alibi demi kepentingan dan keutuhan partai.

Kamis, 28 Maret 2013

Solidaritas Anggota Kopassus Memang Tinggi



Antara – Rab, 27 Mar 2013
Sutioso
Jakarta (ANTARA) - Mantan Asisten Personil, Asisten Operasi, dan Wakil Komandan Jenderal Kopassus periode 1988-1992 Sutiyoso menyatakan solidaritas pasukan Kopassus memang tinggi jika dikaitkan dengan kesetiakawanan antarpersonelnya. 

"Aparatur kita Kopassus itu memang punya solidaritas tinggi, punya rasa kebersamaan. Seluruh Kopassus di seluruh dunia seperti itu karakternya," kata Sutiyoso dijumpai pada acara peluncuran buku "34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto" di Wisma Antara, Jakarta, Rabu. 

Pernyataan Sutiyoso itu menanggapi adanya dugaan bahwa anggota militer Kopassus terlibat dalam peristiwa penyerangan yang dilakukan sekelompok orang terhadap empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman yang terjadi pada Sabtu (23/3) dini hari. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan meskipun solidaritas Kopassus tinggi namun dia meminta seluruh pihak menunggu hasil investigasi kepolisian. 
 
"Kita tidak bisa langsung menuding itu dilakukan Kopassus. Kita tunggu polisi. Dan siapa pun yang salah harus dihukum," ujar dia. 

Sebelumnya terjadi peristiwa penyerangan yang dilakukan sekelompok orang terhadap empat tahanan di lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu (23/3) dini hari. Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Polisi Sabar Raharjo mengatakan penyerangan dilakukan sekelompok orang bersenjata api dan menembak mati empat tersangka pengeroyokan anggota TNI yang dititipkan di lapas tersebut. 
 
"Penyerangan pada sekitar pukul 02.00 WIB itu dilakukan oleh sekitar 17 orang. Mereka masuk ke lapas dengan cara melompat pagar," kata Sabar Raharjo. 

Menurut dia, setelah berhasil masuk area lapas, para pelaku memaksa petugas jaga menunjukkan sel keempat tahanan kasus pengeroyokan di Hugo`s Cafe, Sleman, yang mengakibatkan anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan meninggal dunia. Dia mengatakan kelompok penyerang juga membawa semua CCTV yang ada di lokasi.
 
Sumber di Lapas Cebongan yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan kelompok penyerang sempat menembaki pintu lapas, dan meledakkannya. Kemudian mereka masuk ke lapas, dan mencari empat pelaku penganiayaan terhadap anggota TNI AD itu. LSM Setara Institute menduga peristiwa itu dilakukan oleh oknum Kopassus.

"Sangat sulit menyangkal bahwa ini terlatih. Kalau ini pantas diduga dilakukan oleh oknum Kopassus dan ini belum lagi fakta terlatih, penggunaan senjata dan saya dengar ada penyelidikan, mereka menggunakan bahasa komando dan sebagainya," kata Ketua Setara Institute, Hendardi di Hotel Aryaduta Jakarta, Rabu.
Namun sejauh ini Kopassus Grup II Kandang Menjangan telah menegaskan tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. Hingga saat ini pihak kepolisian masih bekerja melakukan investigasi terkait peristiwa tersebut.(ar)

Selasa, 26 Maret 2013

Ini Kronologi Penyerbuan Cebongan Versi Kontras


TEMPO.CO – Sen, 25 Mar 2013
Kronologi Penyerbuan Cebongan Versi Kontras
TEMPO.CO , Jakarta: Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) telah memantau tempat penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil pantauan lapangan, Kontras menyimpulkan aksi penembakan terencana dan dilakukan profesional.
»Penembakan itu rapi, cepat, dan terencana. Pelaku dibekali dengan banyak informasi,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada wartawan, Ahad 24 Maret 2013.
Peristiwa penembakan tersebut terjadi pada Sabtu 23 Maret, sekitar pukul 00.30 dini hari. Sekitar 17 orang menerobos masuk penjara Cebongan. Pelaku menggunakan baju sipil, berompi, bercelana panjang, sebagian bercelana jins, dan memakai penutup muka.
Malam itu penjara hanya dijaga oleh delapan sipir, dua di antaranya berjaga di meja piket bagian depan. Haris mengatakan saat peristiwa terjadi, situasi di sekitar penjara sepi.  Lokasinya memang sedikit jauh dari jalan utama. Penjara itu, kata Haris, dikelilingi oleh sawah dan kebun. Hanya ada beberapa rumah warga di dekat penjara, dua di depan, dan satu di samping. Rumah di bagian depan penjara pun belum selesai dibangun. »Di lokasi atau jalan di depan tidak terlihat lampu yang bisa menerangi,” katanya.
Pelaku merangsek mulai masuk ke area penjara sekitar pukul 00.30. Berdasakan keterangan saksi di lokasi, saat kejadian terlihat ada tiga truk di dekat penjara. Namun tak bisa dipastikan apakah ketiga truk tersebut terkait dengan penyerangan.
Untuk menembus penjagaan penjara, pertama-tama, seorang di antara pelaku mengaku sebagai aparat Kepolisian Daerah Yogyakarta yang hendak mengambil tahanan dari dalam penjara. Ia datang dan berbicara pada petugas piket yang berjaga di area depan penjara.
Haris mengatakan, ada dua lapis penjagaan di dalam penjara, lapis dalam dan lapis luar. Lapis pertama adalah gerbang yang memisahkan bagian piket penjara dengan pekarangan luar. Pelaku yang bepura-pura berasal dari aparat kepolisian menunjukkan surat kepada petugas piket, mengatakan ingin berkoordinasi dengan empat tahanan yang jadi sasaran.
Petugas piket kemudian memanggil kepala keamanan. Sesaat setelah kepala keamanan datang, pintu gerbang dibuka. Saat itulah belasan pelaku lain merangsek masuk. Mereka menggunakan senjata laras panjang dan menodongkannya ke penjaga. Sebagian di antaranya masuk ke penjagaan lapis dalam sembari menodong dan menyandera sipir. »Tindakan ini juga disertai ancaman pengeboman,” kata Haris.
Menurut pengakuan Sukamto, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, anak buahnya sempat dianiaya dan diseret oleh pelaku. Terlihat dari bercak darah di lantai penjara. »Bercak darah ada sampai lantai dua,” kata Haris.
Beberapa pelaku menanyakan pada sipir di sel mana empat sasaran mereka ditempatkan. Beberapa penjaga tidak tahu di mana empat tahanan yang baru sehari diserahkan oleh Polda tersebut. »Sipir dipaksa mengaku dengan dianiaya,” kata Haris.
Akhirnya ada penjaga yang mengetahui di mana empat tahanan itu berada. Sasaran berada di sel 5a. Pelaku mengambil kunci-kunci sel dan diserahkan pada penjaga yang mengetahui keberadaan sasaran.
Setibanya di sel 5a, pelaku menemukan ada 35 tahanan berada di sana. Mereka ditanya mana yang merupakan pelaku pembunuhan Sersan Satu Santoso. »Terjadi kepanikan di dalam sel, hingga akhirnya empat orang terpisah dari tahanan lainnya,” kata Haris.
Setelah terpisah, salah seorang pelaku memberondong sasaran dengan peluru. Empat orang tewas di dalam sel. Mereka adalah Hendrik Benyamin Sahetapy alias Diki, Yohanis Juan Manbait alias Juan, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, dan Adrianus Chandra Galaja alias Dedi.
»Yang eksekusi hanya satu orang,” ujar Haris. »Ini seperti operasi buntut kuda. Yang menerobos banyak, semakin dekat dengan sasaran semakin sedikit, dan yang mengeksekusi hanya satu orang,” ujarnya.
Seusai menghabisi sasaran, pelaku meminta penjaga menunjukkan tempat kontrol Closed Circuit Television (CCTV) berada. Petugas mengatakan tempat kontrol ada di ruangan Kepala Lapas di lantai dua. »Pintu lalu didobrak dan CCTV diambil,” katanya.
Haris mengatakan rentetan penyerangan hanya dilakukan dalam waktu 15 menit. Salah seorang di antara pelaku ada yang berperan sebagai penjaga waktu.  »Saksi mengatakan ada satu pelaku yang berulang-ulang melihat jam di tangannya,” katanya.
Kontras merangkum kronologi kejadian berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang berada di tempat kejadian, di antaranya adalah kepala penjara Sukamto. Kontras juga menyambangi penjara Cebongan sehari setelah kejadian.
ANANDA BADUDU