Minggu, 29 April 2018

“KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XLVII ( 1 – 6 )” TARUNG GADA BHIMA VERSUS SUYODHANA

Denmas Priyadi Blog - Kita Semua Wayang
Minggu, 29 April 2018 - 16:25 WIB

Tarung Gada Bhima Versus Suyodhana


“KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XLVII ( 1 – 6 )”
TARUNG GADA BHIMA VERSUS SUYODHANA

TRANSKRIPSI
TERJEMAHAN BEBAS
1
Ri sêddêngira pupuh arunddêk arukê apêluk.
Tuwi padda lâghawa n silih usi midêr akulilingan.
Syapa tiki Bhima len syapa Suyodhana linging umulat.
Samar apa tan parâryyan asêlur jêmur arurêk arok.
1
Pada waktu mereka saling mendesak, mereka bergulat. Dengan lincahnya mereka saling kejar mengejar sambil berputar berkelilingan. Di antara mereka yang menyaksikan pertarungan gada itu ada yang saling bertanya, “Yang manakah Bhima, dan yang mana pula Suyodhana?”
2
Irika Dhannjayâdbhuta tumon ri ganti sang alaga.
Patananira n syapeki sira sor syapa lêwih irika.
Prabhu Harimûrti yatna sumahur prawaladuga-duga.tulusana haywa Pânnddawa muwahphalanira mawuswus.

2
Melihat pertarungan yang sama-sam kuat itu Arjuna berdecak kagum bertanya di dalam hatinya : “Siap yang akan kalah dan siapa yang akan menang jika begini terus, siapa yang akan mengatasi yang lainnya?” raja Kreshna yang mumpuni itu menjawab dengan penuh keyakinan berdasar perhitungannya.

3








 Narawara he Dhananjaya lihat ngwang umarahi i kita.
Syapa madhane kaҫaktinira Bhima bêtah agul-agul.
Kunang iki.Sang suyodhana wicitra n apukêt arusit.
Ndi puputaning bêtah kêna lawan luputa kasalêyö.
3
“Wahai Arjuna yang masyhur! Perhatikan yang saya katakan kepadamu! Siapa yang dapat menyamai kesaktian Bhima dalam ketabahan berperang dan dalam daya penyerangannya? Tetapi Suyodhana memang  sangat lincah sehingga sukar untuk diserang. Tapi siapa yang tak mampu mengenai sasarannya pada saat menyerang, maka dia akan tergelincir.
4
Bhisama ta râka rakryan alahân duga-duga malaga.
Gatinira tan têkâpupuh i sor haliwata ri pusêr.
Matang iki haywa nagata jugânglêkasakêna hade.
Sasarakêna pwa ҫâsananikângulah agada-gadan.
4
Saya takut kakakmu akan mengalami kekalahan jika ia berperang secara jujur, karena ia tak mau menyerang di bagian pusar ke bawah yang justru di situlah kelemahan Suyodhana. Maka, kamu Arjuna, jangan diam saja! Lekas beri tahu Bhima untuk mengingkari ajaran ҫasana mengenai aturan perang menggunakan gada sebagai senjata.

5
Punaginireki ngûni karêngö titir inujarakên.
Tumikêlane pupû prawara Hastinapati n alaga.
Nda ya tiki kâladeҫa tuwi bancananika sahuên.
Maphala kadigjayan kwêkas ing samara ngaranika.

5
Bukankah Bhima telah berjanji bahkan diucapkannya janji itu terus menerus, sehingga semua orang telah mendengarnya, bahwa ia akan mematahkan paha raja Suyodhana dalam medan pertempuran? Maka inilah kesempatan dan waktu yang tepat untuk menepati janjinya itu dan membalaskan perbuatan licik Suyodhana hingga Bhima mencapai kemenangan.

6
Nahan ika ling narendra Harimûrti hinayu pinatih.
Ndan irika Phalgunângiringi tinghalangi kakanira.
Wêkasan anolih ing kshanna winangsitanira dinêlö.
Têhêr anêpak pupû gati Dhananjaya n angujiwati. 


6
Demikian pesan dan saran raja Kreshna pada Arjuna agar menerima dan mau mematuhinya demi kemenangan kakaknya Bhima. Maka Arjuna pun segera mencari arah penglihatan kakanya sambil memberi isyarat agar menyerang bagian bawah tubuh Suyodhana.  Arjuna memukul-mukulkan pahanya sendiri. Bhima melihat isyarat Arjuna itu.


Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968

Minggu, 29 April 2018  11:00 WIB
Drs. Slamet Priyadi di Pangarakan,
B o g o r



 

Rabu, 25 April 2018

Hallobogor.com : "KONON, BEGINI ASALl-USUL PENAMAAN GUNUNG SALAK"

KITA SEMUA WAYANG
Kamis, 26 April 2018 - 06:56 WIB
 
Gunung Salak

Gunung Salak selama ini memang dikenal angker, baik oleh pendaki maupun bagi kalangan penerbang. Tak sedikit para pendaki yang tersesat, hilang dan meninggal di Gunung Salak. Begitu juga dengan dunia penerbangan, setidaknya tujuh pesawat jatuh di lereng gunung yang memiliki dua puncak ini.

Meski sering diperbincangkan, asal muasal penamaan Gunung Salak masih simpang siur hingga saat ini. Salah satu versi menyebut Gunung Salak tidak memiliki hubungan dengan buah salak. Gunung Salak dalam versi ini diambil dari bahasa sansekerta ‘Salaka’ yang berarti perak.

Maka Gunung Salak bermakna ‘Gunung Perak’. Versi lain menyebut di lereng gunung tersebut pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Salakanagara pada abad IV dan V Masehi.

Nama Gunung Salak pun diduga berasal dari kata depan kerajaan tersebut. Menurut sumber sejarah, kerajaan Salakanagara dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi.

Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Pasundan bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara. Namun versi ini pun belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Versi lain dan yang beredar di warga di lereng gunung tersebut adalah adanya buah salak raksasa. Konon, penamaan Gunung Salak berasal dari penemuan buah salak besar. “Kata orang tua dulu begitu, katanya ada salak besar di sana, makanya dikasih nama Gunung Salak,” ujar warga Cidahu, Sukabumi, Husni.

Belum jelas soal penamaan dan hubungan gunung yang sering terjadi kecelakaan pesawat terbang ini. Namun di gunung tersebut terdapat banyak sekali petilasan atau tempat bersemedi para raja dan pengikutnya.

Menurut situs berita Merdeka.com, petilasan suci itu tersebar di berbagai titik. Seperti petilasan milik raja Pajajaran, Prabu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi di kaki Gunung Salak di daerah Bogor dengan total mencapai puluhan lokasi.

Lalu mengapa gunung yang sering diselimuti kabut itu disebut Gunung Salak? (mer)

SUMBER : 

Hallobogor.com, Cijeruk
Senin, 27/7/2015|20:37 WIB