Sabtu, 14 April 2018

“KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XLVI BAG. 2( 8 – 12 )” By Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto

Kita Semua Wayang
Minggu, 15 April 2018 - 09:47 WIB

Bhima - Suyodhana Tarung

8
Om sang Krêshnnâhajêng ndah nyapa n ikin tan Bhima tuduhên.
Âpan sang Dharmmaputra pwa wiku Nakula len antênya marare.
Yan Pârthâseh iking sanjata tuwin awadhû rehnyânghiri ratha.
Nghing teking Bhima yogyânahênakêna gadângkwanglampwa pêjaha.

8
“Baik, raja Kresna! Siapa lagi yang saya pilih sebagai lawan tarung saya kalau bukan si Bhima yang bersenjatakan gada itu. Sebab, Yudhistira anak dewa Dharma adalah seorang biku, sedang Nakula dan Sadewa masih anak-anak. Jika saya memilih Arjuna, tentu berbeda senjata yang akan digunakan, lagi pula dia bersifat kewanitaan. Ya...hanya Bhima yang cocok buat lawan tarung saya, dan dialah yang pantas menahan serangan gada saya, sehingga dengan pertarungan ini, dia mengikhlaskan kematiannya”


9
Nâ ling Duryyodhana ndah têka ta Haladharânglilâ saha rathâ.
Mantuk sang keng patirthan sira kasêpê-sêpör swecchâmahasahas.
Âptyânontona ri prang nira n agada-gadân doning ddatêng anis.
Ndan rakweki warah Nârada karannanirân kâkarshanna mara.

9
Ketika itu datanglah raja Baladewa yang bersenjatakan bajak, dengan indahnya di dalam kereta. Rupanya ia ingin menyaksikan pertarungan gada, perang tanding antara raja Suyodhana melawan Bhima. Berita pertarungan itu didengarnya dari betara Narada sampai ia berkeinginan untuk melihatnya.

10
Atyanteng garjjita twas Kurupati kasukan yan ton gurunira.
Mangkâ sang Bhima kâlih mara sira winuruk sanjata gadâ.
Sang ҫri Dharmmatmajâswâgata lawan Çri Krêshnna masêgêh.
Âstâm sakwehnikang Wrêshnni Yudukula paddânungsung têkanira.

10
Kedatangan raja Baladewa membuat girang hati Suyodhana dan Bhima, karena raja Baladewa adalah gurunya. Raja Baladewa inilah yang melatih merka berdua dalam berperang bersenjatakan gada. Sementara Kresna maupun Yudhistira memberi ucapkan selamat datang kepada raja Baladewa. Demikian halnya dengan keluarga Wresni dan Yadawa.

11
Ddû bhâgyân prâpta sang nâtha ya tika phalaning ngwang nitya majapa.
Tonton tang ҫisya sâlih narapati marikâ sâkshyanya malaga.
Nâ ling Dharmmâtmajânghaywani ta Haladharân mangguh saha guyu.
Ngkâ sang maprang paddânganyali ri sira parêng mamwit inubhayan.

11
“Aduhai, betapa bahagianya sang raja mau datang dke sini Lihatlah kedua murid-muridmu ini, wahai sang raja! Jadilah saksi dari dua orang murid yang akan bertempur ini!” Demikianlah ucapan Yudhistira anak dewa Dharma; Baladewa yang bersenjatakan bajak itu, menyetujuinya. Bhima dan Suyodhana keduanya pun menyembah kepada Baladewa.

12
Sâmpun Duryyodhannâdan makutta waju rukuh mangsö tar atakut.
Mwang sang Bhimâmapag tandangira padda silih têmbûng tan aharis.
Nddâ tan wantên kênâpan sira padda wihikan ri tanggulanira.
Anghing tang bhûmi len wrêksha kapalu kapupuh rêmpû katuluyan.

12
Sesudah Suyodana mengenakan makuta dan baju jirahnya, ia langsung menyerang Bhima dengan gadanya. Dengan cekatan Bhima menghindari serangan itu. Seketika mereka berdua telah saling pukul dan saling hantam. Tidak ada satupun di antara mereka berdua yang terkena pukulan, karena keduanya mahir menghalau dan menghindari serangan. Hanya saja tanah dan pohon-pohon  yang berada di sekitar pertempuran itu menjadi retak dan bongkah-bongkah. Demikian pula dengan pohon-pohon banyak yang tumbang terkena sasaran pukulan gada-gada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar