Senin, 14 Mei 2018

PENDING EMAS 1 J.Herlina

Ki Slamet Blog - Kita Semua Wayang
Selasa, 15 Mei 2018 - 00:20 WIB

Pengalungan Pending Emas kepada J. Herlina



CATATAN


Aku di Kotabaru tinggal bersama-sama dengan para bapak-bapak karena belum ada wanita-wanita yang diberangkatkan ke Irian Barat walaupun perjanjian telah ditanda-tangani. Aku serumah bersama 4 orang, Dr. Sambiyono, tokoh ke-3 di Perwakilan, Bapak Soemarmo, Koordinator Penerangan Irian Barat, Karno Barkah, Kep. Urusan Penerbangan dan Mas Diarto, PressBuereau UNTEA. Kami serumah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Walaupun aku tahu bagaimana sulitnya kedudukan sebenarnya, namun tak ada yang kuhiraukan, aku tetap terus bekerja dan berdoa semoga Tuhan memberkati hidup dan usaha-usahaku.

Kepercayaan Komando Mandala akan diriku merupakan tanggung jawab yang tidak dapat kulepaskan. Kepercayaan itu kujunjung tinggi walaupun aku menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Gembira adalah satu-satunya obat untuk meringankan segala penderitaan.

Keadaan yang buruk jangan terlalu dipikirkan, akibatnya hanya merusakkan pikiran dan menimbulkan kekecewaan. Kalau tidak tahan dengan kekecewaan yang dirasakan, semangat akan hilang, padahal semangat sesungguhnya tidak boleh lenyap dari dada manusia.

Kehilangan semangat berarti mati, meskipun badan masih hidup. Pengalaman yang buruk cukup menjadi bahan untuk menghadapi suasana yang baru tanpa mengulangi pengalaman itu.

Memang kadang-kadang sukar menahan penderitaan batin terus-menerus, jarang-jarang  yang tabah. Mereka malah putus asa, atau patah dalam arti yang luas. Untuk mencegah ini aku berpedoman :

“Hidup adalah sulit
Sulit itulah perjuangan”.

Tanpa kesulitan manusia, manusia tidak berjuang. Selama kita hidup, kesulitan selalu ada; kesulitan menimbulkan perjuangan untuk mencapai kemenangan.

Dalam perjuangan mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan R.I, Indonesia mengalami segala penderitaan, dan karena penderitaan itulah akhirnya Irian Barat dapat kita rebut dari penjajah.

Tanpa perjuangan yang sungguh-sungguh dari segenap rakyat Indonesia mungkin Irian Barat masih tetap dalam cengkeraman kolonialis.

Untuk ini pulalah aku datang ke Irian Barat, tak bedanya dengan putera-putera Indonesia lain yang ingin mengabdikan dirinya pada Negara dan Tanah Air,sekalipun aku seorang wanita.

Indonesia sekarang bukan Indonesia zaman kolonial dimana wanita tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan kaum pria. Sekarang kesempatan terbuka sesuai dengan kemampuan wanita di masing-masing bidangnya. Tapi karena dunia wanita Indonesia baru saja berkembang, maka penilaian masyarakat Indonesia terhadap wanita dalam sepak terjangnya, masih sempit.

Perkembangan ini bukan semata-mata berarti menuntut hak yang sama, tapi mengusahakan pengertian bahwa wanita tak kalah pentingnya dalam pergaulan masyarakat, karena masyarakat itu tidak hanya dibimbing oleh laki-laki, tapi juga wanita.

Andaikata wanita dapat mencapai kedudukan yang sama dengan pria, maka itu wajar, dan justru kaum pria harus bangga sudah dapat membantu kaum yang dianggap lemah menuju kepada perkembangan sesuai sesuai tuntutan zaman.

Sebenarnya wanita itu dapat mengurangi kelemahan-kelemahannya. Kelemahan-kelemahan kita kaum wanita bukan semata-mata pada jasmaninya, tapi ada lagi yang merupakan khas dari wanita :

Mereka bermusuhan di kalangan sendiri.
Bersatu kita teguh bercerai kita jatuh. Andaikata pepatah ini kita laksanakan, niscaya wanita Indonesia akan mencapai kedudukan dan nilai yang lebih tinggi di masyarakat, khusus di Indonesia.

Kalau wanita Indonesia dapat mencapai kemajuan seluruhnya, keadaan rumah tangga pun akan mengalami perubahan. Arti kemajuan itu bukan kemajuan yang salah, misalnya lupa masak, tapi kemajuan yang positif dimana dalam rumah tangga dapat diselenggarakan kehidupan yang harmonis dan membimbing anak-anaknya secara pengertian yang baik, tidak seperti apa yang kulihat di keluarga Indonesia : Ibunya cantik jelita, anaknya tidak terurus. Ruangan rumah depan disusun rapih, tapi ruangan lain, berantakan.

Banyak hal-hal lakinya, yang perlu perbaikan, untuk langkah selanjutnya menuju panggilan zaman.

Kaum wanita dapat menuntun generasi baru dalam pembentukan jiwa menjadi Putera Indonesia, dalam mengutamakan kepentingan Negara daripada peribadinya, karena keadaan peribadi sejalan dengan Negaranya.

Untuk membentuk jiwa generasi ini rumah tangga memegang peranan yang penting dimana kaum wanita adalah pembimbing utamanya.

Kepada Tuhan aku menengadah karena telah diberi kekuatan batin menghadapi segala kesulitan yang tidak pernah berakhir, sejak aku memulai dari daerah perbatasan sampai berhasil ikut serta dalam pergolakan Indonesia mengusir penjajah dari Irian Barat.

S u m b e r  :
J. Herlina – Pending Emas
PT Gunung Agung – MCLXIV 
Cetakan ke 2 – 1965
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar