Kita Semua Wayang - Seni, 05 Desesember 2015 - Menurut penyelidikan para ahli, wayang
adalah salah satu kebudayaan asli bangsa Indonesia, penyelidikan tersebut
menghubungkan pertunjukan wayang dengan tradisi cara berfikir alam kepercayaan
lama. Dalam perkembangannya setelah
melalui proses akulturasi dengan kebudayaan dari luar, khususnya dari India dan
kebudayaan Islam, wayang menjadi bentuk manifestasi seni budaya yang tinggi
mutunya. Dalam hal ini para seniman pada
zaman Islam ikut memberikan saham dalam pembinaan dan pengembangan seni wayang.
1.
Awal
pembentukan rupa wayang
Dilihat dari bentuk fisiknya,
perkembangan pertama dari wayang sudah dimulai pada zaman prasejarah sebagai
bentuk perwujudan dari arwah nenek moyang.
Boneka batu yang dikenal dengan nama unduk
adalah perwujudan pertama dalam wayang berdasarkan kepercayaan animisme.
Dalam sejarah perkembangan wayang,
kepercayaan iti selalu menjadi landasan pemikiran. Leluhur wayang ini adalah bentuk perlambangan
nenek moyang yang kehadirannya didukung oleh hasrat manusia untuk memuja nenek
moyang.
Pada zaman Hindu wayang mengalami
perkembangan sesuai tradisi kebudayaan dari India. Unsur-unsr kebudayaan dari India ini berhasil
diserap dan dicerminkan dengan tradisi kebudayaan asli Indonesia dan membuahkan
seni wayang yang lebih luas nilai kegunaannya.
Karena wayang itu pula terciptalah berbagai jenis seni yang berpadu satu
sama lain seperti seni pedalangan atau seni karawitan, seni tari dan seni
rupa. Selanjutnya seni wayang menjadi
wadah tumpuan dari berbagai nilai budaya bangsa karena karena pesan yang
dibawakan. Masyarakat dididik melalui
seni wayang untuk mencintai hidup yang baik berdasarkan ajaran agama. Wayang akhirnya berhasil membudaya dalam
masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Pada zaman Hindu boneka yang telah dirintis sebelumnya, mengalami
perubahan bentuk dalam usaha memujudkan tokoh yang berperan dalam cerita
pahlawan atau wiracarita. Wiracarita yang bersumber dari kisah
Ramayana dan Mahabharata yang melahirkan bentuk baru dalam sejarah seni wayang.
Dalam perkembangan seni rupa pada waktu
itu menjadi proses perubahan konsep dalam bentuk pernyataan visual. Poses pembentukan rupa dari wayang dapat
diikuti pada pahatan relief candi. Sebutan
langgam wayang dalam mewujudkan tokoh cerita pada relief candi zaman Singasari
dan Majapahit menjelaskan bagaimana gaya relief candi Jawa Tengah telah
ditinggalkan untuk beralih pada bahasa pengucapan bentuk rupa yang baru. Perwujudan tokoh cerita berubah menjadi gaya
stilistik dan mengarah ke bentuk perlambangan.
Stilasi bentuk manusia dan binatang dengan melepaskanbentuk berdasarkan
pedoman ikonografi seni India menghasilkan prototipe wayang yang kemudian
berkembang pada Islam. Perwujudan semacam
ini mirip dengan bentuk wayang kulit yang sampai sekarang masih dipertahankan
di Bali.
Gambar 1. Hiasan adegan cerita Ramayana pada relief
candi Panataran
Masih selalu menjadi bahan perbedaan
pendapat, mana yang lebih dulu dicipta, apakah wayang kulit atau relief
candi. Apakah wayang kulit yang
mencontoh relief ata sebaliknya. Tetapi yang
jelas ialah bahwa pada zaman Hindu telah diletakkan dasar-dasar rupa wayang
untuk dikembangkan pada xaman Islam. Proses
pembentukan rupa wayang klaik dicapai pada zaman Islam sebagai karya seni
rupa. Dalam sejarah wayang dikenal pula
jenis wayang beber yang dilihat dari
teknik pembuatannya merupakan karya seni lukis.
Tiap adegan cerita dilukiskan pada kain sebagai sarana pedalangan. Dalam hal ini seorang dalang tidak memainkan
boneka wayang melainkan adegan wayang dengan membeberkan gulungan kain yang
bergambar.
Gambar 2. Wayang beber dengan seni lukis penerus
tradisi seni Hindu
2.
Peranan Kebudayaan
Islam
Sulituntuk menjawab
dengan tepat bilamana ada usaha pertama untuk memainkan wayang sebagai boneka
wayang. Usaha pertama untuk memainkan
wayang diperlukan penemuan teknik baru, yaitu untuk menggerakkan bagian tangan dari
boneka. Bagian tangan boneka ini,
seperti juga pada tubuhnya, diberi pegangan yang disebut gapit. Usaha untuk
melengkapi wayang dengan peralatan agar dapat dimainkan menurut penyelidikan
dari zaman Islam. Segala gerak dari
tokoh wayang dihidupi oleh keterampilan dalang dalam menggerakkan tangan wayang
dengan sikap tertentu. Agama Islam yang
pada dasarnya tidak menghendaki perwujudan makhluk hidup dalam bentuk nyata
tidak sampai mengurangi nilai seni rupa wayang.
Tidak sedikit peranan para pemimpin Islam dalam mengembangkan dan
menyempurnakan seni wayang dengan menambah beberapa jenis wayang seperti wayang
krucil dan wayang klitik dan
kemudian wayang purwa. Tubuh wayang krucil dibuat dari bahan kayu
gepeng sedangkan tangan dari kulit yang dapat digerakkan sepertu pada wayang
kulit biasa. Wayang krucil atau wayang klitik
mengambil lakon dari cerita yang bersumber dari sejarah Majapahit dan
Blambangan. Lakon wayang ini juga
dimainkan dalam wayang gedog yang dibuat dari papan kayu yang diukir.
Bentuk rupa
dari wayang krucil dan wayang gedog dapat dipandang sebagai bentuk
permulaan dari jenis wayang golek. Wayang golek benar-benar merupakan jenis wayang boneka dengan bentuk tiga
dimensi. Meskipun perwujudannya plastis,
tetapi wajah dan rut muka tokoh wayang dengan tata warnanya masih mengingatkan
bentuk rupa tokoh-tokoh wayang kulit. Juga
apabila dilihat dari segi stilasi dan pengembangan dari bentuk fisik wayang
kulkit. Hal ini tidak menutup
kemungkinanbahwa kelahiran dari kedua jenis wayang terssebut dalam waktu yang
bersamaan, mengingat ide dari boneka wayang nenek moyang yang tiga dimensional
telah dikenal zaman prasejarah. Mengingat
dasar pemikiran animistik pada zaman Hindu masih memegang peranan, maka tidak
mustahil bahwa jenis wayang boneka ini ikut mendasari kelahiran wayang golek.
Gambar 3.Pentas wayang golek
Seperti telah
diterangkan di depan, nama Islam banyak menghapus alam pikiran lama, karenanya
seni wayang masih dapat dipelihara terus.
Dan dalam usaha mengembangkan seni wayang sebagai sarana da’wah dan
media pendidikan para wali dan Sultan berjasa dalam menciptakan bentuk wayang
baru. Di samping berhasil mengembangkan
bentuk rupa wayang, mereka juga mampu memberikan isi dan pesan barudalam lakon
wayang dengan aspek-aspek pandangan falsafah baru. Lakon wayang yang bersumber pada cerita Islam
seperti cerita Nabi dari Kitab Ambiya dibutuhkan bentuk sumber rupa baru yang
dikenal dengan nama wayang Dobel. Demikian pula wayang Wahana dan wayang yang menyebabkan Islam berhasil menciptakan
bentuk rupa dan isi lakon baru adalah karena keduduan wayang yang telah
membudaya dalam masyarakat seperti yang telah diterangkan di depan. Meskipun Islam tidak mengakui jenis
kepercayaan yang animistik dan bersifat Hindu/Budha, namun Islam tidak menolak
wayang sebagai media pendidikan. Dalam hal ini para mubalig dan para pemimpin
masyarakat Islam, sesuai dengan kepentingan politik pemerintahannya, memakai
dan mengembangkan seni wayang. Karenanya
seni wayang sebagai bentuk kesenian klasik dapat kesempatan untuk berkembang
terua di pusat-pusat pemerintahannya, di samping jenis kesenian klasik
lainnya. Hasil dari pembinaan dan
penyebaran jenis seni klasik ini, timbullah berbagai langgam atau gaya seni
wayang kulit atau wayang golek dari
Surakarta yang berbeda dengan gaya dari Yogyakarta atau dari Cirebon. Perbedaan gaya seni ini meliputi kepandaian
teknik sesuai dengan pengaruh tradisi seni daerah setempat. Sejalan dengan timbulnya berbagai gaya
wayang, timbul pula jenis-jenis wayang baru yang mengambil lakon baru
pula. Ada lakon yang bersumber pada
cerita pokok dari wayang lama, cerita tentang agama, cerita tentang sejarah
sampai kepada cerita tentang kehidupan binatang.
gambar 4. Pentas
wayang kulit
pustaka:
prof. Dr. wiyoso Yudoseputro
Pengantar Seni Rupa Islam Di Indonesia
Angkasa – Bandung 2000
Senin,
05 Januari 2015—14:31 WIB
Slamet
Priyadi
Di
Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar