Sabtu, 04 Desember 2010

ASAL-USUL WAYANG By Slamet Priyadi

Hyang Semar Ismaya
 Membahas asal-usul wayang, R. Harjawiguna menguraikan dalam bukunya “Sejarah Wayang Purwa”         
 Wayang Purwa adalah sebagai perlambang kehidupan manusia di dunia ini. Dalam pokok artinya, yang jadi permulaan sebagai ibu-bapak sekalian wayang itu ialah Sang Hyang Manikmaya (Betara guru) dan Sang Hyang Ismaya (Semar) sebagai Dewa. Manikmaya dan Ismaya adalah putra Sang Hyang Tunggal  (yang tidak diwujudkan sebagai wayang).  Kedua putra itu awalnya berupa cahaya dan terjadinya pada waktu yang bersamaan.  Manikmaya bersinar-sinar sedang Ismaya bercahaya kehitam-hitaman. Kedua cahaya itu berebut tua.  Kemudian Sang Hyang Tunggal bersabda, bahwa cahaya kehitam-hitamanlah yang tertua.  Akan tetapi diramalkan tidak bisa berjiwa sebaga Dewa dan diberi nama Ismaya. Oleh karena itu disifatkan ia sebagai manusia dan dititahkan agar tetap tinggal di dunia untuk mengasuh turunan Dewa yang berdarah Pandawa.  Maka diturunkanlah ia ke dunia dengan nama Semar yang berupa manusia berwajak buruk.

         Adapun cahaya yang bersinar-sinar diberi nama Manikmaya, tetap tinggal di Suralaya (Kerajaan Dewa).  Manikmaya merasa bangga, karena tak punya cacat dan sangat berkuasa.  Akan tetapi ingatan Manikmaya yang demikian itu menjadi sebab dirinyapun kemudian mendapat cacat juga.

        Kedua peristiwa ini adalah sebagai perlambang.  Ismaya sebagai lambang badan manusia yang kasar dan Manikmaya sebagai lambing kehalusan bathin manusia.  Jiwa yang kasar (Semar) senantiasa menjaga kelima Pandawa yang ujudnya adalah Panca indera atau kelima perasaan tubuh manusia, yaitu:

Gbr 2 Pandawa lima
1. Indera hidung (Yudistira)
2. Indera telinga (Bima)
3. Indera mata (Arjuna)
4. Indera mulut (Nakula)
5. Indera peraba badan (Sadewa)

        Kelima indera ini atau kelima Pandawa hendaknya jangan sekali-kali menempuh jalan kesalahan, seperti: hidung jangan hanya senang pada saat mencium bau yang harum dan serba wangi, telinga jangan hanya mendengarkan pada suara yang merdu, mata jangan hanya melihat pada keindahan dan sebagainya. Utamanya dan sudah seharusnya barang apapun yang mengenai kelima perasaan itu, jangan dibeda-bedakan akan gunanya kebaikan dan keburukan semuanya terjadi berasal dari perbuatan sendiri. Oleh karena itu sedapat mungkin kedua jalan tersebut dikembalikan pada pertimbangan ketenangan hati.

        Inilah penjagaan Semar untuk kesejahteraan Pandawa agar mereka menjauhi permusuhan dengan Kurawa, ialah nafsu amarah. Akan tetapi Manikmaya (bathin) yang senantiasa menggoda dan mudah mengusik rasa jiwa yang menunjukkan pada kesalahan, maka Pandawa dan Kurawa tak henti-hentinya berperang, hingga pada perang pamungkas perang penghabisan ialah Baratayuda dimana dimenangkan oleh pihak Pandawa.

Gbr 3 Semar
       Mungkin orang beranggapan bahwa Batara Guru atau Manikmaya yang paling berkuasa segalanya.  Ingat, Manikmaya bersifat lemah, sebagai bukti dari segala cacat yang didapatinya .  Apabila ia sangat berkuasa tentulah tidak akan ada cacat pada dirinya. Memang Manikmaya berkuasa tak terhingga, akan tetapi ada kebijaksanaan Semar yang dapat mengatasi kekuasaan Manikmaya tersebut.  

Referensi: * Sejarah Wayang Purwa/R.Harjawiguna * Unsur Islam Dalam Pewayangan/Drs. H. Effendi Zarkasi * Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata/Sri Guritno.



Posted by: Slamet Priyadi
Minggu, 5 Desember 2010 di Lido - Bogor      
          

1 komentar:

  1. @ kelima Pandawa yang ujudnya adalah Panca indera atau kelima perasaan tubuh manusia, yaitu:

    1. Indera hidung (Yudistira)
    2. Indera telinga (Bima)
    3. Indera mata (Arjuna)
    4. Indera mulut (Nakula)
    5. Indera peraba badan (Sadewa)

    BalasHapus