Blog Ki Slamet : Kita Semua Wayang
Rabu, 04 Mei 2016 - 21:51 WIB
Rabu, 04 Mei 2016 - 21:51 WIB
“KAKAWIN BHARATA-YUDHA”
PUPUH XLII ( 1 – 9 )
RAJA
SALYA PERLAYA
|
|||
Transkripsi
|
Terjemahan Bebas
|
||
1
|
Mangkat Çri Nrépa Dharmaputra
ratha kanakamaya.
Bék ghor kumwa prawira padda
gadgada muwah umasö.
Génndding gong gumuruh gubar
kakêrérug saha surak anguhuh.
Ttongttong grit lakuning rathâҫwa
gaya ghǔrnnita makagarabag.s
|
1
|
Berangkatlah Raja Yudhistira, anak
Dewa Dharma dengan mengendarai kereta perang berkilau mas. Dalam sekejap mata
hal tersebut telah membangkitkan semangat dan keyakitan para prajurit Pandawa
untuk dapat memenangkan pertempuran. Gamelan dan gong dipukul-pukul
mengeluarkan bunyi yang bergemuruh, sedangkan canang yang dipukul bersuara
riuh, dibarengi dengan suara sorak yang gegap gempita. Roda kereta perang
mengeluarkan bunyi mencicit, sedang suara kuda dan gajah laksana suara
halilintar menggelegar dengan lidahnya yang menyambar-nyambar.
|
2
|
Sâr sök ring gaganântarâla
warayang narapatisumahab.
Rêneêmsyǔhananâng rathâҫwa gaja
Korawabala kapusus.
Ndan langgêng hananing ҫarâsura
mabherawa mangamah.
Söh lumrêngawuwuh muwah mijil
arampak anahut angêmah.
|
2
|
Panah-panah Raja Yudhistira
memenuhi angkasa menghancurkan kereta kuda dan membinasakan pasukan gajah
Kurawa. Panah-panah yang berbentuk raksasa menakutkan itu melesat
kian-kemari, menyebar kemana-mana dengan jumlah yang kian bertambah-tambah
menyerang, menangkap musuh-musuhnya.
|
3
|
Mangkin krodha Yudhishtthirânglêpasakên
ҫarawata gumuruh.
Mwang Madrisuta Bhima Phalguna
mangêmbuli parêng amanah.
Sakweh sang ratu sang samângguru
kabeh sumahab alimunan.
Sâkshât megha lumangkung angrahabi
bhâskara sêddêng anêngah.
|
3
|
Amarah Raja Yudhistira semakin meluap-luap.
Ia melepaskan panah-panah dahsyat bersuara gemuruh. Begitu pula Nakula dan
Sadewa, anak Dewi Madrim, Bima dan Arjuna ikut pula menyerang dan
bersama-sama mereka melepaskan panah-panahnya. Raja-raja yang memegang
peranan penting dalam pertempuran itu juga telah maju menyerang secara
bersama-sama, menyerupai mega-mega yang berarak menutupi sinar matahari di
siang hari.
|
4
|
Lila tan hana rêsnira ng nrêpati
Çalya rinêbut inirup.
Tan linggar tuwi nirwikâra kakênan
ҫarawara sumaput.
Sing mangsö kabalik têkapning
asurâstra binuru pinangan.
Tan pendah kadi larwa-larwan
angasut kutug ing apuy agöng.
|
4
|
Meski Raja Salya itu diserang
bersama-sama dan dikepung, ia tetap gembira tidak takut sama sekali. Ia tidak
lari meninggalkan medan pertempuran, ia bahkan tidak bergerak, sekali pun
tubuhnya telah terkena panah-panah yang dahsyat. Siapa pun yang mendekatinya
dipukul dan dikejar-kejar oleh panah-panah Raja Salya yang berupa raksasa
yang akan menelannya, laksana laron-laron yang berjatuhan di atas api yang
berkobar-kobar.
|
5
|
Ngkâ Çri Kreshnna kumon
Dharmmasuta pustaka lêpasakêna.
Engêt ring wêkasan Yudhishtthira
sukâng hati pinituturan.
Tan dwâng sanjata pustakâ
kalimahoshadha rinêgêpira.
Sâmpun siddha siniddhikâra
mngarah-arab.
|
5
|
Pada waktu itu Raja Kresna
menyerukan kepada Raja Yudhistira, smsk Dewa Dharma, untuk menembakkan
senjata pustaka. Akhirnya Raja Yudhistira menemukan kembali kesadarannya dan
ia suka dalam hati, ketika ada orang yang memperingatkannya. Dengan sewajarnya
ia memegang senjata pustaka yang bernama kalimahoshadha. Mantra telah
diucapkan dengan sempurna, sehingga senjata itu memiliki kekuatan gaib
menjadi tombak yang dapat mengeluarkan api yang berkobar-kobar.
|
6
|
Muntab tejanikâgni yânggêsêngi
daityapati ҫarawara.
Têkwan mantra samâdhi tatwani
dilahnya matêmahan apuy.
Wruh Çri Çalya yan antakânira
gatinya tuwi tan atakut.
Mangkin ҫûta masö surângiwuh amâhi
ҫarawara pênuh.
|
6
|
Apinya menyala-nyala membakari
panah-panah dahsyat yang berbentuk raja-raja raksasa. Begitu pula sifat dari
sinar api itu adalah mantra samadi, sehingga akhirnya menjadi kobaran api.
Salya tahu, bahwa kematiannya telah tiba, akan tetapi ia tidak takut. Sebagai
pahlawan ia maju ke muka dan dengan tidak menghiraukan apakah tujuannya tepat
ia menembakkan panah-panah yang dahsyat, sehingga angkasa pun nampak dipenuhi
oleh panah-panah pustaka.
|
7
|
Sakwehning panah Indrajâla kinênâkênira
pamahuwus.
Dudû ng parwwata bahni len bujagapâҫa
mawilêt asulam.
Yângrêncêm bala peka tan hena wênang
mulat i sira n amuk.
Iwir Kâlantaka ring yugânta malapâhyun
amangana jagat.
|
7
|
Ia menggunakan segala macam upaya
sebagai jalan terakhir, di antaranya berupa gunung api dan tali berupa ular
yang melilit-lilit saling berjalinan. Semuanya telah menghancurkan prajurit
yang berjalan dan tidak ada seorangpun yang berani menatap wajahnya selama ia
mengamuk, seperti dewa maut pada akhir zaman Yuga yang dengan laparnya yang
mau menelan dunia.
|
8
|
Yekân ҫighra dinuk ring astrawara
pustakamaya lumarap.
Mabhrâpan manni hemaddanndda sang
ahulun.
Tan pendah kadi wangkawânginum i râh
nrêpati mamulakan.
Ndah ҫaktinya ri jiwanitramantuk
ing amarapada.
|
8
|
Raja Salya pada waktu itu telah
terkena panah dahsyat pustaka terbang. Senjata itu berapi-api karena
merupakan suatu alat pemukul yang terdiri dari manikam, mas dan tertanam
dalam dada Raja Salya. Keadaannya tiada beda dengan biang lala yang minum darah
Raja Salya yang keluar seperti air mancur. Kesaktian Raja Salya dengan
diantar oleh roh sang raja kembali ke sorga dewa-dewa.
|
9
|
Byaktan dewa muwah nareҫwara patêr
gumuruh awurahan.
Linnddu bhûmi kuwung-kuwung mangadêg
ing gagana saha kêtug.
Nishttânyan panêngah tikang rawi
sirêm mâwêtu riris alit.
Akweh manggala sang krêthâ n
umulih ring amarabhawana.
|
9
|
Dengan sewajarnya Raja Salya
menjadi dewa lagi; kejadian ini disertai oleh suara halilintar yang riuh
rendah. Berguncanglah bumi, dan tiang-tiang api berdiri tegak di angkasa
disertai suara guruh yang lemah lembut. Sekali pun Matahari berada di puncak
langit suasananya gelap dan hujan pun turun rintik-rintik. Banyaklah pertanda
baik untuk Raja Salya yang telah menyelesaikan kewajibannya pada waktu ia
kembali ke alam dewa-dewa.
|
Prof. Dr.
R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin
Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968
Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 04 Mei 2016 – 21:03 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar