Denmas Priyadi Blog│Jumat, 26 April
2013│20:51 WIB
TRANSKRIPSI
KAKAWIN BHARATA-YUDDHA I ( 1 s/d 4 )
Aswighram astu
|
Hendaknya tak
ada bahaya merintangi
|
1. Sang curamrih ayajna ring samara mahyun i
hilanganikang parangmuka. Lila kembang ura sekar taji ni kecaning ari pejah
ing rannanggana. Urnnaning ratu mati wijanira kunnddanira nagaraning
sucramenggala.
|
1. Sang pahlawan ingin bersaji dan bertujuan untuk
membinasakan musuhnya. Yang merupakan taburan bunga yang indah adalah untaian
bunga di atas rambut yang gugur di medan perang. Urna hiasan manikin di dahi
raja yang telah meninggal merupakan (taburan) beras persajian; Negara musuh
yang terbakar adalah tempat api persajian. Yang disajikan ialah kepala musuh
yang telah terpenggal di atas keretanya, setelah bertempur tidak mengenal mundur di medan peperanga.
|
2. Dah samangkana kastawanira tekeng tri bhuwana
winuwus jayeng ranna. Kapwasabda bhattara Jayabaya panenggahing sarat.
Manggen sampun inastwaken sujana wara reshi caiwa sogata.
|
2. Maka dari itulah sebab sang raja terkenal,
sehingga oleh dunia tiga buwana ia dianggap sebagai pemenang. Musuh yang
telah dikalahkan menamakan sang raja itu seorang raja dewa. Hal ini telah
tersebar dimana-mana, maka oleh dunia Ia disebut “Yang dipertuan raja
Jayabaya”. Ia telah diakui dengan tetap oleh orang-orang pandai, orang-orang
berahmana yang terkenal (terkemuka) dan oleh orang-orang pendeta dari
golongan Ciwa dan Buddha.
|
3. Ngka rakwan tumurun bhattara Girinatha lawan
amarasangha len reshi. Yatna cri pamaca mamurshita mangarggha ri sira saha
citta nirmala. Yekan thustta manah bhattara muwuwun haji Jayabhaya haywa
sangcaya. Tatan krodha ketaku yak para sukasunga wara karannanta
digjaya.
|
3.
Pada waktu itu konon dikatakan, bahwa dewa Ciwa
dengan diantarkan oleh segerombolan dewa dan resi turun di dunia. Sang raja
berusaha menyongsongnya dan member penghormatan kepada sang dewa yang
dianggap sebagai Kesucian yang tidak terperikan. Maka sang Siwa sangat
gembira hatinya dan bersabda: “Wahai raja Jayabhaya, janganlah kamu takut.
Saya tidak dating karena marah, melainkan dating untuk member anugerah supaya
kamu jadi pemenang di sepuluh langit”.
|
4. Tanggap tosen anugrahangkwa ri wewangku Jayabhaya
rengon iking praja. Swastyastu prabhu cakrawarttya kita ring sabhuwana jaya
catru ring musuh.tekwan langgenga satmakanaku lawan kita tulusa bhattara ning
jagat. Nahan cabdani ratereh telas inastwakenira reshi-sangha ring
langit.
|
4.
Terimalah anugerah saya, yang saya berikan kepada
anakda, raja Jayabhaya! Hendaknya ini didengarkan oleh seluruh Negara. Berbahagialah
kamu sebagai raja dan jadilah raja besar di dunia dan mengalahkan musuh.
Kecuali itu, hendaknya tetap bersatu jiwamu dengan saya: “langsunglah kamu
menjadi dewa di dunia”. Demikian kata
dewa Ciwa dengan tandas: “hal ini telah dusetujui oleh gerombolan orang resi di
angkasa”.
|
Sumber: Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosupatro: “Kakawin
Baratha-Yuddha” Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1968 – Penerbit Bhratara
– Jakarta.
Posted: Slamet Priyadi
di Kp. Pangarakan - Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar