Ayat Suci di Atas
Ayat Konstitusi
(Relawan Putih
Indonesia)
Ikhwan aktivis Islam Solo resah dan
khawatir, kerena jika Wali Kota Solo menang dan jadi Gubernur Jakarta, maka Wakilnya
di Solo yang non muslim otomatis jadi Walikota Solo. Sementara Aktivitas Islam
Jakarta juga resah, karena jika Walikota Solo tersebut menang dan jadi Gubernur
Jakarta, wakil yang mendampinginya pun non muslim, sehingga andai terjadi sesuatu
terhadapnya saat terjadi Gubernur Jakarta, maka otomatis wakilnya yang non
muslim itu pun akan jadi Gubernur Jakarta.
Kekhawatiran
seperti tersebut di atas tidak pernah terjadi di zaman Orde Lama mau pun Orde
Baru, kerena rezim yang berkuasa ketika itu senantiasa memperhatikan asas
proporsional, sehingga seseorang tidak akan menjadi pemimpin di suatu daerah
kecuali jika seagama dengan agama mayoritas di daerah tersebut. Hal demikian
bukan diskriminatif dan tidak pula melanggar SARA, melainkan untuk menjaga
kestabilan social politik masyarakat di daerah bersangkutan agar tercipta
ketenangan dan keamanan.
Jadi,
kekhawatiran semacam itu tidak terjadi jika partai politik yang mencalonkan
memiliki sikap proporsionalisme yang tinggi. Dan kekhawatiran semacam itu pun
tidak akan meluas jika para pemilih dari umat Islam tidak awam soal agamanya. Faktanya,
banyak partai politik yang egois di tengah umat Islam yang awam, ditambah
dengan adanya kelompok oportunis yang menjual agama untuk kepentingan dunia
mereka.
Karenanya,
segenap umat Islam wajib diberitahukan dan diingatkan tentang kewajiban memilih
pemimpin muslim. Sampaikan kepada seluruh pemilih muslim di mana pun mereka
berada bahwa WAJIB MEMILIH PEMIMPIN MUSLIM dan HARAM MEMILIH PEMIMPIN KAFIR. Inillah
sikap setiap Aktivitas Islam yang juga harus menjadi sikap setiap muslim. Ini bukan
melanggar SARA, justru menjaga keharmonisan hubungan SARA agar tidak terjadi
PELANGGARAN SYARIAT ISLAM.
Ironisnya,
sikap tegas bersyariat dalam soal Pilkada dituduh sebagai pelanggaran SARA. Pelakunya
dipanggil dan diperiksa Panwaslu dan dihakimi Media Massa secara gegap gempita.
Jika sikap tegas bersyariat ini difitnah sebagai pelanggaran SARA, lalu
bagaimana dengan Cagub – Cawagup yang saat kampanye pernah menyatakan: AYAT
SUCI NO! AYAT KONSTITUSI YES! Ini jelas-jelas melanggar SARA, bahkan menghina
AGAMA dengan merendahkan AYAT SUCI. Kenapa dibiarkan oleh Panwaslu?! Kenapa tidak
diblow-up beritanya oleh Media?
Bagi
umat Islam: Ayat Suci di atas Ayat Konstitusi adalah HARGA MATI. Siapa menentang
Ayat Suci berarti dia musuh agama. Umat Islam siap setia kepada Ayat Konstitusi
selama tidak bertentangan dengan Ayat Suci.
Ingat,
Islam melarang keras umatnya menghina agama mana pun, apalagi mengganggu
umatnya yang tidak mengganggu umat Islam. Islam juga membolehkan umatnya
berbuat baik dan bekerja-sama dengan umat agama mana pun selama tidak melanggar
syariat. Tapi Islam juga menolak keras pencampur-adukan agama dan kawin beda
agama serta mengangkat orang non Islamsebagai pemimpin umat Islam.
Menjadikan
orang kafir sebagai pemimpin bagi umat Islam berarti menentang Allah SWT dan
Rasulullah SAW serta Ijma’ Ulama. Memilih orang kafir sebagai pemimpin umat
Islam berarti memberi peluang kepada orang kafir untuk “mengerjai” umat Islam dengan
kekuasaan dan kewenangannya. Membe r kepemimpinan umat Islam kepada orang kafir
berarti kemunafikan, kefasikan, kezaliman dan kesesatan serta masuk dalam azab
Allah SWT berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Ayo
berjihad sebelum terlmbat! Ayo berjuang sebelum hilang! Ayo bersiap sebelum
lenyap! Ayo…, selamatkan umat Islam dari kemunkaran politik! Ayo…, pilih
pasangan Cagub - Cawagub yang muslim – muslim, tidak lainnya!!!!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar
Biasanya jika orang yang dikandaskan justru dia yang akan dimunculkan Tuhan, sebagaimana Megawati, SBY,dll!
BalasHapus