Blog Ki Slamet 42 : Kita Semua Wayang
Rabu, 15 Januari 2020 - 09'08 WIB
Rabu, 15 Januari 2020 - 09'08 WIB
Di dalam buku Karakter Tokoh Pewayangan Mahabharata, tulisan Sri Guritno –
Purnomo Soimun Hp., beliau memaparkan bahwa tokoh pewayangan yang terdapat
dalam cerita Mahabharata terdiri dari sejumlah besar pribadi yang watak dan
karakternya beraneka ragam.
Keanekaragaman tersebut dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
1.
Tokoh pewayangan yang mempunyai watak
yang baik, dan
2.
Tokoh pewayangan yang mempunyai watak
buruk.
Simbol tokoh
pewayangan yang mempunyai watak baik terdapat pada kelompok dan para tokoh Pandawa,
sedangkan simbol tokoh yang berwatak buruk terdapat pada kelompok dan para
tokoh Kurawa.
Tokoh para Pandawa
adalah keturunan Pandudewanata, raja Astina yang mempunyai dua istri. Istri
pertama bernama Dewi Kunti atau Dewi Prita, seorang puteri dari kerajaan
Mandura yang dipersunting Pandudewanata setelah ia berhasil memenangkan
sayembara memanah yang diadakan oleh kerajaan Mandura tersebut. Dari permaisuri
pertamanya inilah lahir tiga orang putera yang diberi nama Yudistira, Bima, dan
Arjuna.
Permaisuri kedua
bernama Dewi Madrim, seorang puteri dari kerajaan Mandaraka yang dipersunting
oleh Pandudewanata setelah ia dapat mengalahkan kesaktian Narasoma dalam suatu
sayembara tersebut. Dari permaisuri kedua, Dewi Madrim inilah lahir putera
kembar yang diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putera dari kedua permaisuri
Pandudewanata inilah yang dalam jagat pewayangan dikenal dengan nama Pandawa
Lima.
Seperti telah
dikatakan bahwa tokoh Pandawa Lima dikenal sebagai tokoh yang mempunyai watak
dan perilaku yang baik. Akan tetapi, apabila dikaji secara individu masih
memiliki sifat yang kurang sempurna dalam arti sifat yang tidak baik. Seperti tokoh
Yudistira misalnya, putera tertua Pandawa Lima ini dikenal sosok yang memiliki
tingkat kesabaran yang amat tinggi, mampu menguasai diri secara sempurna, suka
bersamadi, tidak pernah bertengkar, berbudi luhur, dan tidak pernah menolak
permintaan seseorang sesederhana apapun.
Oleh karena sifat
dan wataknya yang tidak pernah menolak permintaan orang lain inilah Yudistira
menerima tantangan Duryudana untuk bermain judi dadu. Dimana dalam permainan
judi dadu yang penuh dengan kecurangan ini Yudistira mengalami kekalahan, yang
pada akhirnya istri dan adik-adiknya yang dipertaruhkan dalam perjudian itu
menjadi orang buangan di hutan selama tiga belas tahun.
Begitupun halnya
dengan Tosok Bima. Dalam jagat pewayangan Bima dikenal sebagai pahlawan perang
yang disegani lawan. Kejujurannya tidak pernah tergoyahkan. Kestiaannya dan
ketabahannya membuat dirinya menjadi sosok yang dikagumi. Ketabahan dan
kesetiaannya teruji dalam cerita Dewa Ruci. Sebuah cerita Mahabharata yang
mengisahkan tentang avonturisasi Bima dalam melaksanakan perintah gurunya
Begawan Drona untuk mencari Tirta
Prawitasari (air pengehidupan), diri sendiri, dan Tuhan. Akan tetapi di
balik semuanya itu, sesungguhnya Bima sosok yang egois, karena kata-katanya
selalu menggunakan kata “Aku”. Selain
itu, Bima adalah seorang pembohong dan senang sekali makan (gembul).
Dari paparan di atas
maka sebagaimana pernyataan Anderson (1976), bahwa para tokoh Pandawa Lima pun
tidak luput dari kritik itu memang benar adanya. Hal ini karena sifat dan watak
tokoh Arjuna selain memiliki berbagai kelebihan juga mempunyai kekurangan-kekurangan.
Akan tetapi jika watak dan karakter kelima tokoh Pandawa Lima itu disatupadukan
akan terbentuk watak dan karakter tokoh pewayangan yang sempurna. Perpaduan
kelima watak dan karakter inilah yang akhirnya dalam perang Bharatayuda pihak
Pandawa menang melawan pihak Kurawa.
Perpaduan kelima
watak dan karakter, persatuan dan kesatuan yang dimaksud di sini adalah
bersatunya kesatuan spiritual. Persatuan dan kesatuan tersebut dapat
menumbuhkan kekuatan spiritual yang jauh lebih kuat daripada kekuatan fisik,
sebagaimana terlihat dalam perang Bharatayuda. Meskipun dalam perang
Bharatayuda tersebut para Kurawa yang berjumlah seratus orang di bawah pimpinan
Duryudana mempunyai pasukan yang luar biasa besarnya yang dibantu pula oleh
para raja-raja dari negeri-negeri sahabat, akan tetapi ternyata tidak dapat
menaklukkan persatuan dan kesatuan para Pandawa. Dalam kata lain, kekuatan
dharma yang pada akhirnya dapat memenangkan perang Bharatayuda, bukan kekuatan
fisik yang tercermin dalam diri para Kurawa.
—KSP 42—
Rabu, 15 Januari 2020 – 08.17 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Lido – Bogor
P u s t a k a :
Sri Guritno – Purnomo Soimun Hp.
“Karakter
Tokoh Pewayangan Mahabarata”
Badan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
Jakarta
2002