SELASA, 17 MEI 2011 - KITA SEMUA WAYANG : Wayang di era pemerintahan Islam Demak Bintoro mengalami perubahan yang luar biasa. Menurut Dr.G.A.J. Hazeu terjemahan R.M. Mangkudimejo, pada masa pemerintahan R.Patah tahun 1437 saka, awalnya wayang hanya berupa lukisan manusia yang dilukis di atas kulit kerbau seperti yang terdapat pada relief candi Penataran.
Berkait dengan syari’at Islam yang melarang gambar-gambar makhluk hidup, sedang raja dan rakyat pada waktu itu sangat menyukai wayang, oleh Wali penyebar ajaran Islam dirubahlah bentuk bentuk wayang. Dari bentuk menghadap(tampak depan) menjadi bentuk miring (profile), sedangkan tangan dibuat panjang melebihi ukuran sesungguhnya. Hiasan mahkota, mata,telinga dan lain-lain yang tadinya hanya digambar dirubah oleh Wali dalam bentuk pahatan sehingga Nampak semakin indah bentuk wayang. Di sini perlu kita apresiasi ketrampilan, ide, dan gagasan Wali dalam menyampaikan ajaran Islam melalui media seni wayang yang pada saat itu memang sangat digemari oleh masyarakat bahkan oleh para raja. Betapa para Wali mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran Agama Islam, Dr.Th.Piqued menulis dalam bukunya, “Javannse Vokssvertoningen”, hal. 56:
Penelitian oleh para ahli kejawen, maksud pertunjukan wayang Purwa itu sangat erat hubungannya dengan pola Islam terdahulu di Jawa. Dugaan bahwa pertunjukan wayang sebaga pemain boneka-boneka terpisah itu sudah ada sejak dulu kala kemudian diisi dengan mistik Islam adalah tidak benar. Orang tahu bahwa berita-berita Jawa mengenai Wali-Wali penyebar Islam, mereka itulah yang memberikan peranaan penting pada tujuan pertunjukan wayang dalam perwujudannya sekarang ini.
Mengenai asal-usul dan perkembangan perubahan bentuk wayang Purwa R.M. Sayid mengatakan bahwa:
Oleh sunan Giri kemudian dilengkapi lagi dengan hiasan-hiasan, seperti kelat bahu (hiasan pangkal lengan), gelang, keroncong (gelang kaki), anting, telinga, badong (hiasan punggung), jamang (hiasan kepala) dan lain-lain. Sedang yang mengarang lakon wayang dan suluknya itu adalah Ratu Tunggal di Giri, tatkala mewakili di Istana Demak tahun 1478 saka.
Dengan demikian awal bentuk wayang pahatan bergaris gambir (garis-garis halus) seperti pada rambut, dimulainya pada tahun 1477 saka atas perintah Sultan Trenggono di Demak. Selanjutnya di era pemerintahan Sultan Hadiwijaya raja Pajang yang pada masa mudanya dikenal dengan nama Mas Karebet atau Joko Tingkir, wayang berbentuk gayaman, tangan dan kaki masih menyambung dengan badan. Tidak sebagaimana yang kita lihat seperti sekarang. Tangan dan badan terpisah kemudian disambung dengan tali untuk membuat hidup boneka wayang saat dimainkan.
Sunan Giri menambah wayang kera sedangkan Sunan Bonang menambah ricikan seperti kuda, gajah, prajurit rampak dan lain-lain. R.Patah menciptakan gunungan (kayon) yang ditancapkan di tengah gelanggang kelir saat pertunjukan awal, tengah dan akhir.
Penghalusan penatahan wayang dimulai sejak masa pemerintahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Mataram Islam tahun 1541. Pada masa ini pula mulai dipisahkannya tangan dari tubuh wayang yang kemudian disatukan dengan tali agar memudahkan gerak tangan ketika dimainkan dan gerak wayang jadi semakin hidup.
( Referensi: Unsur Islam Dalam Pewayangan, Drs. H.Effendi Zarkasi, Wayang: Asal-Usul,Filsafat dan masa depannya, Ir. Sri Mulyono)
@ Di sini perlu kita apresiasi ketrampilan, ide, dan gagasan Wali dalam menyampaikan ajaran Islam melalui media seni wayang yang pada saat itu memang sangat digemari oleh masyarakat bahkan oleh para raja. Betapa para Wali mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran Agama Islam, Dr.Th.Piqued menulis dalam bukunya, “Javannse Vokssvertoningen”, hal. 56:
BalasHapus